sponsor

Slider

Berita

JPPR on SHOOt

Pers Release

Event

Pilkada Tak Pilih Wakil, Partai Kehilangan ATM

Pilkada Tak Pilih Wakil, Partai Kehilangan ATM
Pilkada Tak Pilih Wakil, Partai Kehilangan ATM
JAKARTA -- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota mengatur yang dipilih hanya kepala daerah tanpa wakil. Aturan tersebut dinilai sesuai dengan semangat efisiensi meski akan merugikan bagi partai politik.

"Aturan itu sesuai dengan semangat efisiensi penyelenggaraan pilkada. Tapi bagi partai tentu akan merugikan karena potensi mendapatkan mahar atau ATM parpol jadi hilang," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afiffudin, Kamis (18/12).

Menurut dia, aturan dalam perppu tersebut sudah ideal. Karena akan menyederhanakan tahap pencalonan. Pemilihan kepala tanpa wakil juga menekan potensi politik transaksional saat pencalonan.

Apa lagi, lanjut dia, perppu juga mengatur sanksi bagi partai politik yang terbukti melakukan transaksi politik untuk mencalonkan kepala daerah. 

Jika ada usulan untuk merevisi aturan tersebut, menurut Afif, bertolak belakang dengan semangat perppu. Yang ingin menutup keran pemborosan dan politik uang dalam pemilihan kepala daerah.

"Mengubah lagi aturan paket atau nonpket itu larinya pasti pada tawar menawar kepentingan politik. Revisi murni untuk kentungan partai semata," ujarnya. (ROL)

Pemantau Pemilu minta Jokowi kawal Perppu Pilkada langsung

Aksi dukung Perppu Pilkada. ©2014 merdeka.com-dwi narwoko
Jakarta - Pemantau pemilu yang tergabung dalam jaringan dukung pilkada langsung meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuktikan janjinya agar serius mengawal Perppu Nomor 1 tahun 2014 tersebut tentang Pilkada langsung. Sebab, lolos atau tidaknya Perppu Pilkada langsung tersebut menjadi salah satu acuan payung hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

"Menuntut Presiden Joko Widodo menepati janji kampanyenya mendukung Pilkada langsung dengan langkah konkret memastikan UU Pengganti Perppu disepakati pemerintah dan DPR," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan dan Pemilihan untuk Rakyat (JPPR), M Afifuddin dalam diskusi bertajuk 'Menerka Nasib Perppu Pilkada' di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (9/12).

Menurut Afif, pasca keluarnya Perppu Pilkada langsung yang diteken saat Presiden SBY di akhir jabatannya, secara otomatis UU Nomor 22 tahun 2014 tidak berlaku lagi. Yang mana Perppu tersebut saat ini telah disodorkan ke DPR dan akan dikaji pada Januari mendatang setelah usai DPR reses.

Namun demikian, UU Pilkada lewat DPRD akan tetap berjalan jika DPR menolak Perppu Pilkada langsung. Belum jelasnya nasib Perppu Pilkada langsung dapat berimbas akan kosongnya landasan hukum untuk dilaksanakannya pemilihan kepala daerah.

Oleh karena itu, hemat Afif, pemerintah Presiden Jokowi memiliki kewajiban untuk mengawal lolosnya Perppu Pilkada langsung. Sebab, pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan ruh demokrasi berjalan dengan baik.

"Oleh karenanya pemerintah dan DPR segera menyepakati regulasi baru yang akan menjadi dasar pelaksanaan Pilkada," tandasnya. (Merdeka.com)

Rekapitulasi Suara Berpotensi Molor

Rekapitulasi Suara Berpotensi Molor
Rekapitulasi Suara Berpotensi Molor
JAKARTA – Rekapitulasi nasional hasil penghitungan suara pemilu legislatif (pileg) yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak dimulai Sabtu (26/4), masih berjalan alot. Sejauh ini dari 33 provinsi, KPU baru mengesahkan delapan provinsi.

"Terkait rekap yang kesannya lambat memang hari pertama itu terlihat belum menemukan pola rekap sehingga di hari pertama banyak perdebatan dan konfirmasi yang harus dijelaskan. Namun, hari berikutnya sudah ada kesepahaman terkait beberapa soal yang tidak perlu diperdebatkan dengan panjang," kata komisioner KPU, Juri Ardiantoro, di Jakarta, Rabu (30/4).

Delapan provinsi yang sudah disahkan hasil perolehan suaranya baik DPR RI maupun DPD RI adalah Bangka-Belitung, Kalimantan Barat, Gorontalo, Jambi, Bali, Sumatra Barat, Kalimantan Tengah, dan NTB.

Selain itu, ada tujuh provinsi lain yang sudah direkap, tetapi pengesahannya ditunda karena ditemukan banyak masalah. Ketujuh provinsi itu meliputi Riau, Banten, Lampung, Jawa Barat, Bengkulu, DKI, dan Aceh.

Rekapitulasi memang diwarnai banyak protes terkait beberapa provinsi terutama yang akhirnya diputuskan ditunda. Masalah yang muncul mulai dari sekadar salah tulis hingga kejanggalan jumlah suara.

Sementara itu, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengimbau agar penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu segera mengidentifikasi kecurangan-kecurangan yang terjadi saat pada pileg kemarin. Hal itu harus segera dilakukan agar kemungkinan terjadinya kecurangan pada pemilihan presiden (pilpres) Juli mendatang bisa diminimalisir.

"Identifikasi kecurangan di bawah harus segera di-follow up, jangan menunggu di akhir seperti ini. Kalau semua persoalan di semua level, di kecamatan misalnya, proses rekap berjenjang itu maka tidak perlu lagi persoalan ke pusat. Nah, baik KPU dan bawaslu harus menjadikan ini sebuah pembelajaran pilpres ke depan," kata Kornas JPPR, M Afifuddin, seusai pemaparan “Hasil Pemantauan JPPR Pemilu Pasca Hari H” di Media Centre KPU, Jakarta, Rabu.

Sementara itu, terkait perhitungan suara yang dilakukan saat ini, JPPR berkesimpulan masih banyak masalah. "Proses yang terjadi dalam pileg kemarin sangat bermasalah dari sisi kecurigaan ketika proses rekapitulasi nasional semua partai mengajukan gugatan atas kecurigaan-kecurigaan yang ada," tandasnya.

Tak Lebih Baik

Para pemantau dan penggiat kepemiluan menilai kualitas pesta demokrasi 2014 tak lebih baik dari pemilu sebelumnya. Bahkan, dalam pesta politik kali ini, praktik politik uang kian membuat miris karena diperagakan dengan vulgar dan melibatkan para penyelenggara pemilu.

"Pemilu legislatif kali ini ternyata masih jauh dari harapan. Semangat dan nilai-nilai demokrasi, sama sekali tak nampak, dicederai oleh praktik curang politik uang yang makin terang-terangan," kata Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi, di Jakarta, Rabu.

Jojo pun menilai Pemilu 2014 belum bisa dikatakan berhasil menjadi pesta rakyat yang mendorong penguatan bangunan demokrasi. Pesta politik, masih ditopang oleh praktik politik uang. Politik masih dimaknai sebagai ajang transaksi, bukan arena saling tawar gagasan dan ide. Pada akhirnya yang lolos adalah mereka yang tak segan menghalalkan segala cara untuk lolos. Parlemen pun akan banyak diisi oleh politisi pragmatis, bukan pekerja politik yang sarat dengan ide dan gagasan perubahan. "Ini berbahaya sekali," kata Jojo.

Maka kata Jojo, bisa dikatakan, Pemilu 2014 terkepung politik uang yang semakin vulgar dan brutal. Gejalanya bisa dilihat dari banyaknya kasus manipulasi suara atau penggelembungan suara, tidak sinkronnya angka-angka perolehan suara dengan jumlah pemilih, seperti kasus suara melebihi DPT (daftar pemilih tetap) dan DPKTb (daftar pemilih khusus tambahan).

Lebih miris lagi, praktik lancung itu banyak melibatkan penyelenggara pemilu. "Jadi, secara kualitatif mutu demokrasi prosedural via pemilu hancur lebur oleh masifnya politik uang yang melibatkan penyelenggara pemilu," katanya.


Sementara itu, Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, menilai kualitas pemilu kali ini mungkin terburuk di antara pemilu-pemilu yang pernah digelar. Parameternya bisa dilihat dari berbagai masalah yang muncul di setiap tahapan. Dalam tahapan verifikasi partai, misalnya, muncul masalah. 

Belum lagi, kata Said, dengan banyaknya kasus pemungutan suara ulang. Ia pun mengkhawatirkan tenggat pengesahan rekapitulasi suara secara nasional pada 9 Mei nanti bakal terlampaui. Sebab, banyak pula daerah yang pengesahan rekapitulasi suaranya molor dari tenggat yang ditetapkan oleh undang-undang. fdl/ags/N-1


Post: Koran Jakarta
Link: http://www.koran-jakarta.com/?11105-rekapitulasi%20suara%20berpotensi%20molor

Sejumlah kecurangan Pemilu 2014 versi JPPR

Petugas KPU - Photo Sindonews
JAKARTA - Menurut Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), ada beberapa temuan yang harus ditindaklanjuti tentang kualitas penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014.

JPPR telah menurunkan 2.000 relawan ke beberapa provinsi, untuk melakukan pemantauan kualitas atas proses Pileg 2014.

"Namun temuan tersebut belum semua dilaporkan, dikarenakan terhambat masalah jaringan komunikasi dan pelaksanaan pemilu yang belum selesai," ujar Kordinasi Nasional JPPR Afifuddin, dalam konperensi persnya di Galeri Cafe, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (9/4/2014).

Dia mengungkapkan, sejumlah temuan di antaranya, data pemilih terkait dengan hak politik warga, harusnya data pemilih di tempel di tempat pemungutan suara (TPS). 714 TPS laporan yang memasang daftar pemilih tetap (DPT) dan 291 TPS tidak dipasang DPT-nya.

Menurut prosedur, di tempelnya DPT penting untuk mengurangi potensi pemanfaatan orang yang tidak hadir. "Penting karena ketidakditempelan akan menjadi modus umum yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan suara. Contohnya Di Brebes, Sulsel, Larangan Jatim, Majalengka, Pancoran Mas, Depok, NTT dan lain-lain," ujar Afif

Dari 1.005 TPS, 760 TPS, logistik lengkap namun 245 TPS mengalami masalah. Seperti di Kayu Putih, Kota Kupang, NTT, jumlah DPT 400, surat suaranya 111.

"Klaim KPU yang mengatakan bahwa logistik telah selesai 99 persen tidak terbukti di lapangan, formulir, surat suara, tinta, rekapitulasi tidak lengkap," ucapnya.

Kemudian terjadi politik uang. 335 TPS terjadi politik uang atau barang, Sementara sebanyak 670 TPS tidak terjadi politik uang.

"Terjadinya bisa di malam sebelum pemilihan atau di hari pemilihan. Uang 10 ribu sampai 200 ribu, sembako, peralatan ibadah, semen baju, rokok, aqua, dan lain-lain. Asuransi, jadi di surat undangan ditambah kartu asuransi dan nama caleg," ungkapnya.

Situasi di TPS, 693 TPS pelaksanaa kondusif, namun 312 TPS banyak hambatan gangguan dari skala kecil sampai skala besar. "Contohnya terjadi intimidasi di daerah Bekasi, Bantul, Makassar dan juga praktik kampanye di Aceh, Sukabumi, Tangerang Selatan," tuturnya.

Afid mengatakan, laporan ini penting untuk gambaran awal kualitas pelaksanaan Pemilu 2014. "Besok kita akan sempurnakan dengan poin tambahan, tanggal 10 April kita akan melapor ke Bawaslu untuk ditindaklanjuti temuan ini," ujarnya.


Post: Sindo News
Link: http://pemilu.sindonews.com/read/2014/04/09/113/852456/sejumlah-kecurangan-pemilu-2014-versi-jppr

JPPR Menemukan Temuan Dalam Pemilu Hari Ini

Koordinator Nasional JPPR, M. Afifudin, Manajer Koordinator, Sunanto, dan Deputi JPPR Masykurudin Hafidz
JAKARTA--Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) menemukan beberapa temuan terhadap penyelenggaraan pemilu hari ini 9April. Hal ini disampaikan pada jumpa persnya di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, CikininJakarta Pusat, Rabu (9/4).

Sebanyak 2011 relawan di 25 Provinsi diturunkan oleh JPPR. Tim JPPR melakukan pemantauan di hari pemungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Hasilnya, JPPR menemukan beberapa temuan antara lain, di dalam data pemilih. Sebanyak 714 (71%) TPS Data Pemilih Tetap (DPT) terpasang di TPS. Sedangkan 291 (29%) tidak dipasang di TPS.

Diantara TPS-TPS yang tidak memasang DPT yaitu, TPS 11 Limbangan Wetan, Brebes, Jawa Tengah. Selain itu, juga di TPS 06 Maccini, Maros, Sulawesi Selatan.

Afifudin, koordinator nasional JPPR mengatakan, tidak dipasangnya DPT di TPS melanggar prosedur utama dalam tahapan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.

"Hal seperti ini melanggar prosedur," ujar Afifuddin, Rabu (9/4).

Selain itu, tidak ditempelnya DPT di tempat TPS bisa menjadi indikasi kecurangan DPT. Musalnya, orang yang telah meninggal namun masih ada di DPT. Hal ini, kata Afifudin bisa disalahgunakan oleh oknum tertentu.

Selanjutnya, JPPR juga menemukan temuan dalam hal logistik. Sebanyak 760 (76%) logistik lengkap. Sedangkan 245 (24%) logistik tidak lengkap. Misalnya, TPS kurang surat suara, kelebihan surat suara, tidak ada alat bantu, dan surat suara tidak standar.

Selain itu, JPPR juga menemukan politik uang. Sebanyak 335 TPS dan lingkungan TPS (33%) terjadi politik uang dan barang. Dan 670 TPS (67%) tidak terjadi politik uang.

Menurut Masykurudin Hafidz, Deputi Koordinator JPPR, politik uang terjadi pada malam sampai menjelang hari pemungutan suara. "politik uang terjadi menjelang pemungutan suara," katanya.

Hafidz menerangkan, ada tiga modus dalam praktek politik uang antara lain, dalam bentuk uang. Besarannya dari Rp 10 ribu-200 ribu. Modus lainnya yang digunakan yaitu, dalam bentuk pemberian barang dan asuransi.

Terakhir, dalam hal situasi di TPS JPPR menemukan 312 (31%) berlangsung banyak hambatan. Dan 693 (69%) berlangsung kondusif.

Hafidz mengatakan, temuan ini akan disampaikan besok kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal ini, kata Hafid, supaya menjadi pertimbangan bagi KPU dan Bawaslu untuk kedepannya kualitas pemilu yang lebih baik.

JPPR: Kekacauan DPT Sudah Lama Diprediksi

Pemilu - Photo: Aktul.co
Banyaknya warga yang memiliki KTP/KK namun ditolak oleh petugas KPPS karena tidak terdaftar di DPT. Masalah ini sudah dapat diprediksikan oleh Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) jauh sebelum Pemilu berlangsung.

Hal ini pun sebenarnya sudah pernah disampaikan kepada penyelenggara Pemilu. Namun tampaknya KPU enggan menerima masukan dari JPPR, sehingga kekhawatiran ini benar-benar terjadi.

"Inilah yang dulu selalu kita sampaikan, hati-hati dengan DPT," ujar Koordinator Nasional JPPR, M Afifuddin saat berbincang dengan Aktual.co di Jakarta, Rabu (9/4).

Meskipun kata Afif, aturan sudah disiapkan dengan baik oleh KPU. Tapi kalau petugas KPPS tidak mengerti aturan tersebut maka resikonya pemilih akan dipimpong. "KPU perlu lebh detail memberikan juknis ke jajarannya," tegas dia.

Sebagai informasi, ditemukan beberapa titik TPS di Jakarta dan di beberapa daerah, bahwa ada pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, tapi hendak memilih menggunakan KTP/KK.

Namun seketikanya di TPS, mereka ditolak oleh KPPS dengan alasan meminta surat keterangan dari kelurahan. Sedangkan hari ini kelurahan tutup karena agenda Pemilu dijadikan hari libur nasional.

Jelang Pencoblosan Pileg, Ini Hasil Temuan JPPR

Selama masa tenang pemilihan legislatif 2014, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) telah menemukan beberapa masalah teknis menjelang pencoblosan pileg yang diselenggarakan pada 9 April 2014. Apa saja?

Koordinator Nasional JPPR, M. Afifuddin menjelaskan pemantauan JPPR dalam tahapan masa tenang ini adalah pembagian suraat pemberitahuan memilih (C6), prraaktik kampanye di masa tenang, politik uang, logistik dan persiapan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. 
Afif merincikan hasil pemantauan JPPR diantaranya adalah adanya perbedaan keterangan batas akhir pemungutan suara di Surat Pemberitahuan Memilih (C6). "Terdapat perbedaan wakktu akhir pemungutan suara di Surat Pemberitahuan Memilih (Formulir C6)," ujar Afif di sela konferensi pers, Jakarta, Selasa (8/4). Misalnya, lanjut Afif, Formulir C6 tertulis 07.00 s/d 13.00 untuk wilayah Kabupaten Gresik, Kabupaten Bandung, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Boyolali.

Lebih lanjut Afif mengemukakan, selain temuan di atas, juga terdapat pemilih yang belum menerima Surat Pemberitahuan Mimilih (C6). Misalnya di RT 026/RW 07, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.

Lanjutnya, terdapat broadcast via SMS/BBM/WhatsApp/Media Sosial. Misalnya "Brou, Partai Gerindra membagi PULSA bekerjasama dengan semua operator. Lanjutkan SMS ini ke 15 nomor, maka Pulsa akan terisi 100.000 rupiah. Ini betul saya sudah kirim ke 15 nomor. Saya chek Pulsa, langsung M'KIOA masuk 100.000 rupiah, betul ini. Sebarkan 15."

Terdapat juga politik uang dengan cara membagi-bagikan beras, minyak dan uang sebanyak 50.000 rupiah di Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Pembagian uang sebesar Rp25 ribu di dusun Tegalrejo, Desa Badas, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Selain politik uang, masih terdapat alat peraga kampanye dalam bentuk spanduk, baliho, stiker dan banner. Misalnya di Kecamatan Penyipatan, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, dan lain sebagainya. 

Dan yang tak kalah penting, lanjut Afif, masih terdapat nepotisme penyelenggara pemilu. "Terdapat 3 TPS yang keanggotaannya terdiri dari satu keluarga (suami, istri, anak, dan kakak) yaitu TPS 11, 12 dan 13 di Kelurahan Sigambal, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil temuan JPPR tersebut, lanjut Afif, pertama pihak KPPS untuk segera memberitahukan dan mengumumkan seluas-luasnya tentang informasi dari KPU yang memperkenankan pemilih hadir meskipun belum menerima formulir C6.

Kedua, pesan yang dikirim secara sporadis yang tidak dapat dijangkau dan ditangani oleh lembaga pengawas untuk menindaknya berkaitan dengan waktu dan proses penangannya. "Kedepan, model kampanye melalui broadcast perlu diatur lebih detail," terangnya.

Ketiga, terjadinya politik uang pada masa tenang dan menjelang pemungutan, praktik uang dilakukan secara terang-terangan dan menjadi tradisi di setiap proses pemilihan. "Cara transaksional dalam bentuk uang dan barang ini juga berpotensi terjadi antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu dari KPPS hingga KPU," tuturnya.

Terakhir, alat peraga kampaye yang masih bertebaran di masa tenang ini menunjukkan ketidakpatuhan peserta pemilu dan ketidakmasimalan penegakan peraturan pemilu tentang pembersihan alat peraga.

JPPR: Waspadai ‘serangan fajar’, temukan bukti politik uang

Politik Uang - Lensa Indonesia
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Afifudin mengingatkan titik kerawanan pelanggaran proses Pemilu cenderung dilakukan peserta Pemilu. Masyarakat harus ikut awasi kalau ada Caleg atau partai melakukan “serangan fajar” atau bagi-bagi uang mulai saat ini sampai hari H pencoblosan.

Untuk itu, masyarakat harus bantu mencatat bukti-bukti, misalnya, seperti memotret dengan smartphone saat pemberian uang, dan menyimpan uangnya sebagai bukti. Kemudian bisa dilaporkan ke Panwaslu. Jadi, harus konsen pengawasan pada proses tahapan Pemilu dan khususnya juga pada pengawasan politik uang, saat coblosan atau pemungutan suara, dan penghitungan hasil suara.

“Titik rawan pelanggaran tertinggi adalah pada kecurangan money politics, pemungutan dan penghitungan suara,” ujar Afifudin di Bakoel Coffe, Cikini Jakarta Pusat, Senin (07/04/14).

Kerawanan itu, tidak boleh dibiarkan (masyarakat tidak boleh lengah dalam mengawasi). Penyelenggara Pemilu harus didesak wajib pro aktif dalam melakukan pengawasan terhadap proses pelaksanaan Pemilu agar tercipta Pemilu yang demokratis dan bermartabat.

“Faktor penyelenggara menjadi penting. Penyelenggara Pemilu jangan sampai ada yang bermain, atau melakukan kongkalikong dengan peserta Pemilu,” jelasnya.

“Kemarin (selama kampanye), kami menitikberatkan atau sering menyalahkan pada peserta Pemilu. Namun sekarang, penyelenggara Pemilu juga menjadi faktor penting yang harus mengawasi dengan ketat,” tambahnya.

Proses tahapan Pemilu, lanjutnya, pihaknya bersama elemen yang lain melakukan monitoring beberapa aspek yang menjadi titik rawan dalam peroses Pemilu.

“Seperti pengawasan dana kampanye, pemantauan dana Bansos, dan lainnya, sebagai bentuk tanggungjawab moral untuk mendorong Pemilu yang berkualitas,” terang Afif.

“Apakah nanti laporan dana kampanye dengan hitungan kita dan mereka, prakteknya sebanding apa tidak, dan jangan-jangan yang dipublikasikan hanya sepantasnya saja. Atau sebaliknya, nanti akan terlihat di laporan akhir pada 24 April 2014,” pungkasnya. @yuanto


Post: Lensa Indonesia
Link: http://www.lensaindonesia.com/2014/04/07/jppr-waspadai-serangan-fajar-temukan-bukti-politik-uang.html

KPU expects material delivery to be completed today

The General Elections Commission (KPU) says that despite there being only two days before the polls, a number of regencies and municipalities have yet to receive the required election materials.
“Less than one percent of the material have not arrived [at KPU local offices], we are only talking in the hundreds,” KPU commissioner Sigit Pamungkas said in Jakarta on Monday, as quoted by kompas.com.
He said the missing materials included ballot paper, forms, holograms and ink.
Sigit said the ballot papers were currently in transit: “So, they will arrive today.”
Election watchdog People’s Voter Education Association (JPPR) says regions yet to receive ballot papers included South Tangerang, Banten, and Kediri, East Java.
“Those areas are in Java. So in areas outside Java with bigger geographical challenges, such as Natuna, the situation maybe much more difficult,” said JPRR national coordinator Muhammad Afifuddin. (idb/ebf)

Post: The Jakarta Post
Link: http://www.thejakartapost.com/news/2014/04/07/kpu-expects-material-delivery-be-completed-today.html

Banyak Caleg DPR dan DPR 2014 Tak Berkualitas!

Ilustrasi: Caleg
Kualitas caleg DPR dan DPD yang bertarung dalam Pileg 2014 ini diragukan.

Dilihat dari tema-tema kampanye para caleg DPR dan DPD tersebut, rata-rata tidak menyentuh aspirasi masyarakat yang merindukan peningkatan kesejahteraan. 

"Padahal masih banyak orang miskin tapi sayangnya para caleg tidak memusatkan perhatian kepada persoalan kemiskinan," kata dosen STIA LAN Muhammad Nur Syadiq pada dialog Perspektif Indonesia bertema Warna-Warni Kampanye Pemilu di gedung DPD Senayan, Jakarta, Jumat (4/4).

Selain Syadiq, pembicara lainnya yakni koordintar JPPR, Muhammad Affidunuddin dan calon senator, Ramdansyah.

Kemiskinan di Indonesia merupakan persoalan serius. Pengangguran, bagian dari kemiskinan yang berpotensi menjadi konflik sosial.

"Penting disampaikan saat kampanye," ujarnya lagi.

Cara berkampanye para calon wakil rakyat tersebut, Syadiq memastikan jika sosok-sosok yang lolos ke gedung Senayan nanti tidak berkualitas. Memaknai pesta demokrat tidak semata dilihat dari banyaknya orang yang memilih tapi kualitas dari pemilih itu sendiri. 

"Kalau pemilih tak berkualitas maka orang yang dipilihpun bisa saja tak berkualitas," demikian Syadiq.[wid]


Post: RMOL.co
Link: http://politik.rmol.co/read/2014/04/04/149811/Banyak-Caleg-DPR-dan-DPR-2014-Tak-Berkualitas!-

Kampanye Pemilu 2014 Dinilai Minim Transaksi Gagasan

Kampanye Pemilu 2014 Dinilai Minim Transaksi Gagasan
Pawai Pemilu 2014
Jakarta - Hiruk pikuk kampanye Pemilu 2014 sudah memasuki masa akhir. Berbagai cara dilakukan partai politik untuk menarik perhatian masyarat. Sayang, kualitas kampanye pemilu kali ini sangat rendah dan terkesan minim gagasan.

"Saat ini kampanye sangat minim gagasan," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin pada diskusi Warna Warni Kampanye Pemilu, di gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Jumat (4/4/2014).

Afif menjelaskan, minimnya gagasan terjadi karena selama masa kampanye, partai politik lebih menonjolkan hiburan dan kemeriahan. Bukan penyampaian program para caleg.

"Kampanye itu harusnya ada transaksi gagasan antara caleg dan warga. Tapi yang terjadi, caleg tidak melakukan itu," lanjutnya.

Celakanya, lanjut Afif, tidak semua caleg ikut menyampaikan program besar partai kepada para warga yang ikut dalam kampanye. Mereka malah memilih cara-cara lain yang justru tidak menghadirkan gagasan bagi warga.

"Caleg harusnya memperjuangkan ide besar parpol. Faktanya beda. Daerah malah warna warni cara mengaetnya macam-macam. Misalnya, orang masih anggap dia bagian dari keluarga tertentu dan menjelaskan publik dia harus dipilih. Tapi, adu gagasan sangat jarang," tandas Afif.

(Raden Trimutia Hatta)


Post: Liputan 6
Link: http://m.liputan6.com/indonesia-baru/read/2032469/kampanye-pemilu-2014-dinilai-minim-transaksi-gagasan

Pantau Pemilu Berbasis IT, JPPR Siapkan 2011 Relawan

Pemaparan Koordinator Nasional JPPR, Muhammad Afifudin tentang
- PantauPemilu.org - Publikasi dan Launching Kesiapan Masyarakat Sipil Memastikan Pemilu Jurdil,
Kamis (03/04) - Bakoel Kofie - photo: JPPR
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) memperkenalkan model pemantauan Pemilu 2014, berbasis teknologi informasi dan media sosial. Tingkat pengguna internet, ponsel pintar, medsos, yang tinggi menjadi alasan pemanfaatan tools tersebut untuk mewujudkan Pemilu jujur, adil, dan berintegritas.

Koordinator Nasional JPPR, M Afiffudin menyebutkan pengembangan pemantauan pemilu pihaknya menyiapkan laman www.pantaupemilu.org.

"Laman ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan pengguna internet dan media sosial untuk dapat dengan mudah, murah, dan menyenangkan saat terlibat dalam pemantauan," ujar dia saat konpers di Cikini Jakpus, Kamis (3/4).

Selain itu tuturnya, saat pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April, JPPR akan menerjunkan 2011 relawan yang tersebar di 25 provinsi se-Indonesia.

"Tanggal 9 April, hal yang sangat krusial. Karena di situlah nasib bangsa ditentukan," jelas dia.

Berikut daftar Provinsi yang dipantau oleh JPPR: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, DKI, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalsel, Kalbar, Kaltim, Gorontalo, Maluku, Sulsel, Sulteng, Sultra, Papua Barat, dan Papua.

Ismed Eka Kusuma -


Post: aktual.co
Link: http://m.aktual.co/politik/135222pantau-pemilu-berbasis-it-jppr-siapkan-2011-relawan

JPPR Launching Website Pantau Pemilu 2014

JPPR Launching Website Pantau Pemilu 2014 -
www.pantaupemilu.org
JAKARTA - Demi terselenggaranya pemilihan umum yang jujur dan adil, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) meluncurkan website pemantau pemilu di laman www.pantaupemilu.org.

Laman ini merupakan pengembangan model pemantauan yang berbasiskan teknologi informasi dan media sosial. Menurut Koordinator Nasional JPPR, Afifuddin, hal ini dilakukan untuk memaksimalkan potensi tingkat pengguna internet, ponsel, dan media sosial yang sangat tinggi.

"Aktifitas online dan media sosial, menjadi gerakan sosial untuk mewujudkan Pemilu yang jujur, adil dan berintegritas," jelas Afif dalam jumpa pers di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/4/2014).

Dalam laman tersebut, JPPR melengkapi menu sistem pemantauan pemilu yang mudah, murah, dan menyenangkan bagi pengguna internet dan media sosial. Menu tersebut antara lain; pertama, Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu (memberikan pemahaman tentang pentingnya partisipasi masyarakat pemilih tentang Pemilu 2014 dengan berbagai metode; buku panduan, modul yang dapat diunduh, penyedian call center).

Kedua, Informasi Pemilu 2014 (memberikan informasi tentang setiap tahapan Pemilu 2014). Ketiga, Pelatihan dan Interaksi (memeberikan pengatahuan tentang pemantauan Pemilu secara mudah, murah dan menyenangkan dengan berbagai metode; call center, sms, BBM, youtube, dan skype).

Keempat, Pemantauan dan Pelaporan (memanfaatkan penggunaan teknologi informasu dan media sosial untuk memastikan tahapan Pemilu dengan melakukan pemantauan dan pengiriman data lapangan melaluiemail, media, BBM dan mengisi formulir online).


Post: Okezone
Link: http://pemilu.okezone.com/read/2014/04/03/568/965063/jppr-launching-website-pantau-pemilu-2014

JPPR: Soal Ketegasan Bawaslu harus Contoh KPK

Bawaslu
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Muhammad Afifuddin menyebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus mencontoh ketegasan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menindak pelanggar. Pasalnya, Bawaslu dianggap melempem menindak pelanggaran kampanye yang terus berulang.

"KPK saja tegas, kenapa Bawaslu tidak bisa?, Toh sama-sama lembaga negara," kata Afifuddin dalam pernyataan pers yang diterima Metrotvnews.com, Ahad (30/3/2014).

Menurut Afifuddin, Bawaslu harus aktif dan jangan hanya menunggu laporan masyarakat tentang pelanggaran kampanye. "Ini membuat Bawaslu kurang cepat dalam menyikapi dari beberapa kasus pelanggaran kampanye," imbuhnya.

Afifuddin menambahkan, Bawaslu harus mawas. Sebab, kesalahan Bawaslu ini merupakan kesalahan yang berulang-ulang dan seharusnya bisa dicegah dengan membandingkan dari pemilu sebelumnya.

"Yang menjadikan tantangan Bawaslu adalah menunjukkan kinerjanya kepada publik. Kuatnya struktur Bawaslu dibarengan hasil yang bisa dinikmati publik. KPU mendiskualifikasi caleg yang tidak melaporkan dana kampanye, tapi malah Bawaslu menghidupkan atau meloloskan kembali hanya dengan membuat pelaporan," tegasnya.()


Post: LampungPost
Link: http://lampost.co/berita/jppr-soal-ketegasan-bawaslu-harus-contoh-kpk

JPPR: Waspadai Kecurangan Pemilu di Daerah Konflik

Pelipatan Kertas Suara di Kantor KPU Kota Surakarta
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Muhammad Afifuddin meminta penyelenggara pemilu mewaspadai kecurangan pemilu di daerah konflik seperti di Papua dan Papua Barat. Dia mengatakan, berdasarkan temuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2009, seluruh surat suara di salah kabupaten di Papua Barat sudah tercontreng sehari sebelum pemungutan suara. 

“Itu laporan yang kami terima dari KPU kabupaten setempat. Jadi KPU, Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu), dan pemerintah daerah setempat menyepakati itu, karena terkait antisipasi potensi konflik antar-suku. Dan itu tidak terkontrol oleh pusat,” ujar Afifuddin di Jakarta, Selasa (25/3/2014). 

Sayang, ia tidak menyebutkan nama kabupaten yang dimaksud. Selain itu, Afif juga menyampaikan laporan ada kabupaten di Papua yang jumlah daftar pemilih tetap (DPT)-nya disamakan di setiap kecamatan. 

Menanggapi hal itu, anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Daniel Zuchron mengatakan, pihaknya sudah memetakan tingkat kerawanan tempat pemungutan suara (TPS), salah satunya berdasarkan faktor geografis. Untuk daerah yang rawan konflik sosial seperti Papua dan Aceh, pihaknya bakal menerapkan pendekatan khusus. 

“Kami mendorong Panwaslu setempat agar dapat melakukan pemetaan wilayah secara akurat agar bisa melakukan pencegahan kecurangan,” ujar Daniel. 

Ia juga mendorong agar para pemangku kepentingan pemilu menyadari betul potensi kecurangan ini.



Post: Kompas.com
Link: http://nasional.kompas.com/read/2014/03/26/0035321/Pengamat.Waspadai.Kecurangan.Pemilu.di.Daerah.Konflik

Ini modus-modus makelar jual beli suara dalam pemilu

Ini modus-modus makelar jual beli suara dalam pemilu

Ini modus-modus makelar jual beli suara dalam pemilu

Money politic adalah kecurangan yang paling mengkhawatirkan pada pelaksanaan Pemilu. Paling tidak, ada tiga modus atau cara yang sering terjadi dalam transaksi jual beli suara.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin mengatakan, modus pertama yang biasa terjadi adalah pelaku atau makelar membeli surat undangan pemilih yang telah datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Dengan begitu, maka pemilih yang ada dalam DPT tentu harus merelakan hak suaranya dibeli orang lain.

Afifuddin menegaskan, modus ini dinilai bertujuan untuk mencegah pemilih memberikan suara kepada lawan politik. Pemilih digiring dan menyerahkan suaranya kepada caleg yang mengordernya melalui makelar atau tim sukses tersebut.

"Kedua, ada praktik dari oknum yang mencoba menggiring pemilih ke TPS tertentu yang sudah dikondisikan. TPS tersebut telah dipersiapkan sedemikian rupa untuk memenangkan salah satu pihak baik individu caleg ataupun partai," jelas Afifuddin saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (20/3).

Modus ketiga, jelas Afifuddin, adanya praktik kongkalikong antara oknum, makelar, atau caleg dengan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) atau Panitia Pemungutan Suara (PPS).

"Tujuannya adalah bekerja sama memanipulasi hasil penghitungan suara. Praktik jual beli suara seringkali terjadi dalam setiap Pemilu," tegas Afifuddin.

Praktik pembelian suara dari para pemilih, kata Afifuddin merupakan salah satu tantangan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia. Tantangan dalam memerangi terjadinya praktik money politic.

Dia berharap praktik seperti itu tidak terulang pada Pemilu 9 April 2014 mendatang. Meski pencegahannya merupakan tantangan semua pihak demi terwujudnya pemilu yang jujur dan adil.

"Praktik semacam itu harus kita antisipasi bersama agar tidak terulang lagi pada setiap penyelenggara pemilu di Indonesia. Panwaslu harus bekerja ekstra, pengawasan adalah senjata satu-satunya untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam pemilu," pungkasnya.

Post: Merdeka.com
Link: http://www.merdeka.com/pemilu-2014/ini-modus-modus-makelar-jual-beli-suara-dalam-pemilu.html

JPPR meminta KPU dan Bawaslu waspada Peluang Kecurangan Daftar Pemilih Khusus

DPS- Daftar Pemilih Sementara
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mewaspadai kecurangan terhadap Daftar Pemilih Khusus, Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Daftar pemilih tersebut dikhawatirkan dapat disalahgunakan calon anggota legislatif (caleg) untuk memobilisasi pemilih.

"Mungkin DPKTb dan yang lain dipakai caleg untuk menghadirkan banyak pemilih. Sebagai contoh di praktik pilkada atau pemilu masa lalu (tambahan) pemilih datangnya sangat last minute dari hari H pencoblosan," ujar Koordinator Nasional JPPR Muhammad Afifuddin dalam seminar "Apa Kabar Daftar Pemilih" di Hotel Oria, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2014).

Afif mengatakan, pihaknya mendapat laporan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) akan memfasilitasi mahasiswa perantau untuk dapat memilih di sekitar kampus. Mahasiswa-mahasiswa itu, katanya, akan ditampung dalam DPTb. Menurutnya, para pemilih tersebut dapat menjadi rebutan para caleg di daerah pemilih (dapil) yang bersangkutan. 

KPU membuka pendaftaran DPTb hingga tiga hari sebelum hari pemungutan suara, yaitu Minggu, 6 April 2014 nanti. DPTb merupakan pemilih yang terdaftar di DPT, tetapi ingin pindah memilih di tempat pemungutan suara (TPS) di kota/kabupaten lain. KPU juga memfasilitasi pemilih yang belum terdaftar dalam DPT, tetapi telah memenuhi syarat sebagai pemilih. Mereka dapat mendaftar kepada kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) untuk dicatat dalam DPK. 

Pendaftaran paling lambat dilakukan 14 hari sebelum pemungutan suara, yaitu Rabu, 26 Maret 2014 esok. 

Adapun DPKTb adalah daftar pemilih yang tidak tercatat dalam DPT dan DPTb, tetapi memenuhi syarat sebagai pemilih. Pemilih tersebut dapat mendatangi TPS di tempatnya berdomisili dengan membawa identitas kependudukan seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), dan paspor.

Post: Kompas.com
Link: http://nasional.kompas.com/read/2014/03/25/2252049/KPU.Diminta.Awas.terhadap.Peluang.Curangi.Daftar.Pemilih.Khusus.

Parpol Harus Transparan dan Akuntabel

Parpol Harus Transparan dan Akuntabel
Parpol Harus Transparan dan Akuntabel
KPK menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada Kamis (13/3) tentang potensi penerimaan gratifikasi oleh calon anggota DPR/DPRD dalam bentuk sumbangan kampanye. Dalam kesempatan itu, hadir sejumlah narasumber, di antaranya Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, Direktur Indikator Politik Burhanudin Muhtadi, Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ferry Junaedi, Koordinator Nasional JPPR M. Afifudin, Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak dan Anggota KPU Ida Budhiati.

Busyro mengatakan, FGD ini merupakan tindak lanjut dari surat imbauan KPK kepada parpol yang dikirim pada 12 Februari 2014 terkait penerimaan gratifikasi oleh calon anggota DPR/DPRD. Dari pertemuan ini, para narasumber memberikan masukan tentang perkembangan pelaporan dana kampanye partai politik dan fenomena praktik penyimpangan penerimaan sumbangan dana kampanye oleh caleg pada Pemilu 2014 agar mampu menyelenggarakan Pemilu 2014 yang berintegritas dan menerapkan prinsip antikorupsi.

Kegiatan ini merupakan upaya di bidang pencegahan, untuk mengingatkan para caleg terkait gratifikasi. “Ancaman hukumannya serem, lho. Sampai seumur hidup,” katanya.

Melalui Pemilu, rakyat bisa menggunakan kedaulatannya secara langsung untuk memilih wakilnya yang amanah. “Kita tahu, data KPK menyebutkan sebanyak 73 anggota DPR/DPRD terlibat kasus korupsi dan pencucian uang,” kata Busyro.

Gayung bersambut. Ida Budhiati mengatakan, pemilu berintegritas yang menjadi concern KPK, salah satunya harus didukung oleh transparansi dan akuntabilitas dana kampanye parpol. KPU, kata Ida, telah mendorong setiap parpol untuk melaporkan sumbangan dana kampanye secara periodik, meski hal ini tidak diatur dalam UU. “Ini kami harapkan bisa menjadi wahana pendidikan bagi pemilih. Laporan ini bisa diakses di web KPU,” katanya.

Ia mengatakan, pengalaman pada Pemilu 2009 yang menetapkan metode penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, itu juga mengubah metode kampanye calon yang bersangkutan. “Sebelumnya, kampanye terorganisasi dengan baik oleh parpol. Kini, setiap calon punya kepentingan untuk bertatap muka secara langsung kepada pemilihnya,” kata Ida.

Tentu saja, pilihan metode kampanye itu membawa dampak terhadap alokasi dana dan belanja kampanye para caleg. Laporan dana kampanye peserta pemilu belum menggambarkan cakupan informasi dana kampanye yang dikelola. Karena itu, semangat regulasi KPU soal ini, ingin mewujudkan pengelolaan dana kampanye yang transparan dan akuntabel.

Sementara itu, Burhanudin Muhtadi berpendapat persoalan makin bertambah pelik karena manajemen partai tidak transparan dan akuntabel. Jika akuntabilitas dan transparansi sumber pendanaan partai lemah, maka kewenangan besar tadi bisa diselewengkan oleh partai atau elitnya. “Kasus korupsi politik harus dibaca dalam konteks relasi-kuasa partai yang makin menguat.”

Untuk itu, pengaturan dana parpol dan calon legislatif (caleg) mutlak dilakukan termasuk pembatasan penerimaan maupun pengeluaran, baik untuk kebutuhan operasional partai maupun pengeluaran partai dan caleg saat kampanye. Jika tak ada pembatasan spending kampanye, partai makin tergantung sumbangan dari pihak ketiga. “Tak ada makan siang gratis. Pelan tapi pasti, pusat kekuasaan bergeser ke arah plutarchy (penguasaan negara oleh oligarki kaya) karena parpol akan tereduksi menjadi sekadar bawahan segelintir elit korporasi. Partai atau kadernya tak lebih menjadi proksi atau “anak perusahaan” yang kebetulan ditempatkan di DPR dan birokrasi pemerintahan,” paparnya.

Untuk itu, instrumen dan regulasi yang ketat dalam mengatur sumber pendanaan dan pengeluaran partai dan para caleg harus segera dibuat. Perlu UU khusus yang mengatur sistem pendanaan partai dan para kandidat yang transparan dan akuntabel serta diikuti sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggarnya. “Parpol itu neccessery evil. Kita tidak bisa membangun demokrasi tanpa parpol,” kata Burhan. KPK menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada Kamis (13/3) tentang potensi penerimaan gratifikasi oleh calon anggota DPR/DPRD dalam bentuk sumbangan kampanye. Dalam kesempatan itu, hadir sejumlah narasumber, di antaranya Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, Direktur Indikator Politik Burhanudin Muhtadi, Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ferry Junaedi, Koordinator Nasional JPPR M. Afifudin, Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak dan Anggota KPU Ida Budhiati.

Busyro mengatakan, FGD ini merupakan tindak lanjut dari surat imbauan KPK kepada parpol yang dikirim pada 12 Februari 2014 terkait penerimaan gratifikasi oleh calon anggota DPR/DPRD. Dari pertemuan ini, para narasumber memberikan masukan tentang perkembangan pelaporan dana kampanye partai politik dan fenomena praktik penyimpangan penerimaan sumbangan dana kampanye oleh caleg pada Pemilu 2014 agar mampu menyelenggarakan Pemilu 2014 yang berintegritas dan menerapkan prinsip antikorupsi.

Kegiatan ini merupakan upaya di bidang pencegahan, untuk mengingatkan para caleg terkait gratifikasi. “Ancaman hukumannya serem, lho. Sampai seumur hidup,” katanya.

Melalui Pemilu, rakyat bisa menggunakan kedaulatannya secara langsung untuk memilih wakilnya yang amanah. “Kita tahu, data KPK menyebutkan sebanyak 73 anggota DPR/DPRD terlibat kasus korupsi dan pencucian uang,” kata Busyro.

Gayung bersambut. Ida Budhiati mengatakan, pemilu berintegritas yang menjadi concern KPK, salah satunya harus didukung oleh transparansi dan akuntabilitas dana kampanye parpol. KPU, kata Ida, telah mendorong setiap parpol untuk melaporkan sumbangan dana kampanye secara periodik, meski hal ini tidak diatur dalam UU. “Ini kami harapkan bisa menjadi wahana pendidikan bagi pemilih. Laporan ini bisa diakses di web KPU,” katanya.

Ia mengatakan, pengalaman pada Pemilu 2009 yang menetapkan metode penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, itu juga mengubah metode kampanye calon yang bersangkutan. “Sebelumnya, kampanye terorganisasi dengan baik oleh parpol. Kini, setiap calon punya kepentingan untuk bertatap muka secara langsung kepada pemilihnya,” kata Ida.

Tentu saja, pilihan metode kampanye itu membawa dampak terhadap alokasi dana dan belanja kampanye para caleg. Laporan dana kampanye peserta pemilu belum menggambarkan cakupan informasi dana kampanye yang dikelola. Karena itu, semangat regulasi KPU soal ini, ingin mewujudkan pengelolaan dana kampanye yang transparan dan akuntabel.

Sementara itu, Burhanudin Muhtadi berpendapat persoalan makin bertambah pelik karena manajemen partai tidak transparan dan akuntabel. Jika akuntabilitas dan transparansi sumber pendanaan partai lemah, maka kewenangan besar tadi bisa diselewengkan oleh partai atau elitnya. “Kasus korupsi politik harus dibaca dalam konteks relasi-kuasa partai yang makin menguat.”

Untuk itu, pengaturan dana parpol dan calon legislatif (caleg) mutlak dilakukan termasuk pembatasan penerimaan maupun pengeluaran, baik untuk kebutuhan operasional partai maupun pengeluaran partai dan caleg saat kampanye. Jika tak ada pembatasan spending kampanye, partai makin tergantung sumbangan dari pihak ketiga. “Tak ada makan siang gratis. Pelan tapi pasti, pusat kekuasaan bergeser ke arah plutarchy (penguasaan negara oleh oligarki kaya) karena parpol akan tereduksi menjadi sekadar bawahan segelintir elit korporasi. Partai atau kadernya tak lebih menjadi proksi atau “anak perusahaan” yang kebetulan ditempatkan di DPR dan birokrasi pemerintahan,” paparnya.

Untuk itu, instrumen dan regulasi yang ketat dalam mengatur sumber pendanaan dan pengeluaran partai dan para caleg harus segera dibuat. Perlu UU khusus yang mengatur sistem pendanaan partai dan para kandidat yang transparan dan akuntabel serta diikuti sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggarnya. “Parpol itu neccessery evil. Kita tidak bisa membangun demokrasi tanpa parpol,” kata Burhan.



Post: KPK
Link: http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/1745-parpol-harus-transparan-dan-akuntabel

Masyarakat Enggan Awasi Pemilu

Pengawasan Pemilu - Sindonews
Partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam proses pengawasan pemilu dinilai cukup rendah. Selain dikarenakan kerumitan prosedur pelaporan, pengawasan bukan merupakan hal yang seksi.

Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki JPPR menunjukkan keikutsertaan masyarakat untuk menjadi relawan pemantau pemilu cenderung menurun.

Dia mengatakan pada pemilu 1999 JPPR dapat menurunkan sebanyak 220.000 relawan pemantau. Pada tahun 2004 menurun menjadi 140.000 relawan pemantau.

"Pada Pemilu Legislatif 2009 menurun hanya 3.000 pemantau. Sedangkan pada Pilpres sebanyak 10.500 pemantau," ujarnya dalam Diskusi Media yang bertema Inisiatif Pengawasan Pemilu di Jakarta Pusat, Minggu (2/3/2014).

Afif mengatakan menjadi relawan pengawas pemilu saat ini sudah tidak seseksi awal reformasi. Masyarakat terpolarisasi menjadi tim sukses (timses) relawan survei dan lain-lain. Kemudian minimnya pendidikan politik kepada masyarakat juga memberikan sumbangsih rendahnya partisipasi dalam proses pengawasan pemilu.

"Sulit mengharapkan partisipasi masyarakat dalam memantau kalau jarang mendapatkan pendidikan politi," ungkapnya.

Selain itu juga minimnya support lembaga donor atau mitra di dalam negeri untuk melakukan pemantauan juga menjadi hambatan. Apalagi ditambah modus pemantau dijadikan tim sukses terselubung terutama pada saat pilkada. Ini semakin menggerus minat masyarakat untuk terlibat dalam proses pemantauan.

Padahal, pemantauan sangatlah penting dilakukan. Hal ini dikarenakan potensi kecurangan dapat dilakukan di mana saja, siapa saja dan kapan saja. Selain itu juga memastikan bahwa pemilu berjalan jujur dan adil (jurdil). Ini juga berkaitan dengan legitimasi pemilu.

"Memunculkan psikologi ketakutan melakukan pelanggaran bagi parpol, kandidat dan penyelenggara pemilu," ungkapnya.

Pemilu 2014 memiliki banyak potensi kecurangan mulai dari persoalan daftar pemilih tetap (DPT) lalu dana kampanye baik pelaporan dana kampanye maupun kesesuaian antara laporan dan penggunaan. Kemudian persoalan proses kampanye apakah dilakukan luar jadwal dan kampanye media.

"Kecurangan di TPS pada hari H, lalu PPS, PPK, KPUD, KPU dari proses penghitungan suara sampai penetapan. Juga pemantauan terhadap netralitas penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu," ungkapnya.

Sementara itu, Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi mengatakan tidak berminatnya masyarakat dalam proses pemantauan juga disebabkan karena persoalan informasi. Dalam hal ini, apakah publik memahami cara melaporkan pelanggaran.

"Misalnya, apa yang harus disiapkan dalam proses pelaporan, bukti saksi dan sebagainya," katanya.

Dia menilai kerumitan proses pelaporan hasil pemantauan juga menjadi penyebab masyarakat enggan menjadi pemantau. Kemudian persoalan jarak antara masyarakat dengan pengawas pemilu.

"Misalnya kalau lapor ke pelanggaran alat peraga di Jakarta pasti ke Bawaslu DKI yang di Sunter. Belum lagi persoalan limitasi waktu yakni 7 hari sejak pelanggaran atau sejak diketahui. Ini semakin memberatkan masyarakat," katanya.

Proses lanjutan pelaporan pun dinilai juga rumit. Misalnya, jika termasuk dalam pelanggaran pidana maka akan ada proses BAP di kepolisian.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Veri mengatakan terdapat aplikasi Mata Massa yang memungkinkan masyarakat melakukan pelaporan melalui internet maupun SMS. Dia mengatakan sistem pelaporan pelanggaran ini sudah dilakukan sejak Desember tahun lalu. Dia mengaku bulan lalu sudah meneruskan sekira 300 dugaan pelanggaran alat peraga ke Bawaslu. Ini merupakan bagian dari kerja sama dengan Bawaslu.

"Informasinya pelanggaran-pelanggaran itu sudah didistribusikan ke di tingkat bawahnya. Jika pelanggarannya di DKI maka diteruskannya ke DKI," katanya.

Sistme pemantauan melalui internet ini sebagai awalan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan pemilu. Menurut dia, jik masyarakat nantinya sudah mulai paham terkait apa saja pelanggarannya pemilu maka tidak hanya alat peraga tapi juga pelanggaran-pelanggaran lain.

"Misalnya mereka mengetahui informasi lain apakah caleg itu menggunakan ijazah palsu apa ada praktik perjokian kesehatan atau bahkan money politik. Itu kan tidak ada yang tidak bisa dilihat. Semua terlihat," paparnya.

Dia yakin jika aplikasi ini terus disosialisasikan dan digerakkan maka partisipasi akan tinggi dan masyarakat akan melaporkan pelanggaran pemilu yang ada di sekitarnya. Selain itu juga dapat menutup kelemahan-kelemahan pelaporan yang merumitkan masyarakat.



Post: Sindonews
Link: http://daerah.sindonews.com/read/2014/03/03/113/840553/masyarakat-enggan-awasi-pemilu

JPPR: Ada 5 Titik Rawan di Pemilu 2014

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai ada lima titik rawan dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Pertama, adalah masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Pertama, soal DPT, ada pemilih ganda, pemilih meninggal, hingga pemilih tak terdata," ujar Koordinator Nasional JPPR, M Afifuddin dalam diskusi bertajuk "Inisiatif Pengawasan Pemilu 2014" di Jakarta, Minggu (2/3/2014). 

Terbukti, masalah DPT tersebut pernah diprotes oleh sejumlah partai politik peserta Pemilu 2014. 

Titik rawan kedua, lanjut Afif yaitu masalah pelaporan dana kampanye parpol peserta Pemilu. Parpol diminta secara transparan mengungkapkan dana kampanye yang didapatnya. "Pelaporan dana kampanye, adakah kesesuaian antara laporan dan penggunaan?" kata Afif. 

Masalah ketiga, yaitu kampanye terselubung yang dilakukan sebelum masa kampanye. Menurut Alif, saat ini banyak partai politik maupun tokoh politik yang mulai memperkenalkan diri lewat media massa. Di antaranya, muncul dalam iklan-iklan di televisi. Hal ini menurut Afif, tidak adil bagi parpol peserta Pemilu lainnya. 

Titik rawan keempat adalah kecurangan di tempat pemungutan suara, mulai dari proses pemungutan suara hingga perhitungan. 

"Titik rawan berikutnya di netralitas penyelenggara pemilu yaitu KPU dan Bawaslu atau Panwaslu yang mengawasi," ujarnya. 

Untuk itu, masyarakat diminta ikut memantau berjalannya pesta demokrasi 2014 tersebut dan melaporkan jika ada pelanggaran pemilu. Afif menjelaskan, partisipasi masyarakat dalam pemilu diperlukan untuk berjalannya pemilu yang berlangsung jujur dan adil.

"Pemantauan dan melaporkan pelanggaran pemilu juga untuk memunculkan psikologi ketakutan melakukan pelanggaran bagi parpol, kandidat, maupun penyelenggara pemilu," terang Afif.




Post: Kompas.com
Link: http://lipsus.kompas.com/indonesiasatu/read/2014/03/02/1815245/JPPR.Ada.5.Titik.Rawan.di.Pemilu.2014