Selama masa tenang pemilihan legislatif 2014, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) telah menemukan beberapa masalah teknis menjelang pencoblosan pileg yang diselenggarakan pada 9 April 2014. Apa saja?
Koordinator Nasional JPPR, M. Afifuddin menjelaskan pemantauan JPPR dalam tahapan masa tenang ini adalah pembagian suraat pemberitahuan memilih (C6), prraaktik kampanye di masa tenang, politik uang, logistik dan persiapan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.
Afif merincikan hasil pemantauan JPPR diantaranya adalah adanya perbedaan keterangan batas akhir pemungutan suara di Surat Pemberitahuan Memilih (C6). "Terdapat perbedaan wakktu akhir pemungutan suara di Surat Pemberitahuan Memilih (Formulir C6)," ujar Afif di sela konferensi pers, Jakarta, Selasa (8/4). Misalnya, lanjut Afif, Formulir C6 tertulis 07.00 s/d 13.00 untuk wilayah Kabupaten Gresik, Kabupaten Bandung, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Boyolali.
Lebih lanjut Afif mengemukakan, selain temuan di atas, juga terdapat pemilih yang belum menerima Surat Pemberitahuan Mimilih (C6). Misalnya di RT 026/RW 07, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
Lanjutnya, terdapat broadcast via SMS/BBM/WhatsApp/Media Sosial. Misalnya "Brou, Partai Gerindra membagi PULSA bekerjasama dengan semua operator. Lanjutkan SMS ini ke 15 nomor, maka Pulsa akan terisi 100.000 rupiah. Ini betul saya sudah kirim ke 15 nomor. Saya chek Pulsa, langsung M'KIOA masuk 100.000 rupiah, betul ini. Sebarkan 15."
Terdapat juga politik uang dengan cara membagi-bagikan beras, minyak dan uang sebanyak 50.000 rupiah di Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Pembagian uang sebesar Rp25 ribu di dusun Tegalrejo, Desa Badas, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Selain politik uang, masih terdapat alat peraga kampanye dalam bentuk spanduk, baliho, stiker dan banner. Misalnya di Kecamatan Penyipatan, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, dan lain sebagainya.
Dan yang tak kalah penting, lanjut Afif, masih terdapat nepotisme penyelenggara pemilu. "Terdapat 3 TPS yang keanggotaannya terdiri dari satu keluarga (suami, istri, anak, dan kakak) yaitu TPS 11, 12 dan 13 di Kelurahan Sigambal, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil temuan JPPR tersebut, lanjut Afif, pertama pihak KPPS untuk segera memberitahukan dan mengumumkan seluas-luasnya tentang informasi dari KPU yang memperkenankan pemilih hadir meskipun belum menerima formulir C6.
Kedua, pesan yang dikirim secara sporadis yang tidak dapat dijangkau dan ditangani oleh lembaga pengawas untuk menindaknya berkaitan dengan waktu dan proses penangannya. "Kedepan, model kampanye melalui broadcast perlu diatur lebih detail," terangnya.
Ketiga, terjadinya politik uang pada masa tenang dan menjelang pemungutan, praktik uang dilakukan secara terang-terangan dan menjadi tradisi di setiap proses pemilihan. "Cara transaksional dalam bentuk uang dan barang ini juga berpotensi terjadi antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu dari KPPS hingga KPU," tuturnya.
Terakhir, alat peraga kampaye yang masih bertebaran di masa tenang ini menunjukkan ketidakpatuhan peserta pemilu dan ketidakmasimalan penegakan peraturan pemilu tentang pembersihan alat peraga.