Rekapitulasi Suara Berpotensi Molor |
JAKARTA – Rekapitulasi nasional hasil penghitungan suara pemilu legislatif (pileg) yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak dimulai Sabtu (26/4), masih berjalan alot. Sejauh ini dari 33 provinsi, KPU baru mengesahkan delapan provinsi.
"Terkait rekap yang kesannya lambat memang hari pertama itu terlihat belum menemukan pola rekap sehingga di hari pertama banyak perdebatan dan konfirmasi yang harus dijelaskan. Namun, hari berikutnya sudah ada kesepahaman terkait beberapa soal yang tidak perlu diperdebatkan dengan panjang," kata komisioner KPU, Juri Ardiantoro, di Jakarta, Rabu (30/4).
Delapan provinsi yang sudah disahkan hasil perolehan suaranya baik DPR RI maupun DPD RI adalah Bangka-Belitung, Kalimantan Barat, Gorontalo, Jambi, Bali, Sumatra Barat, Kalimantan Tengah, dan NTB.
Selain itu, ada tujuh provinsi lain yang sudah direkap, tetapi pengesahannya ditunda karena ditemukan banyak masalah. Ketujuh provinsi itu meliputi Riau, Banten, Lampung, Jawa Barat, Bengkulu, DKI, dan Aceh.
Rekapitulasi memang diwarnai banyak protes terkait beberapa provinsi terutama yang akhirnya diputuskan ditunda. Masalah yang muncul mulai dari sekadar salah tulis hingga kejanggalan jumlah suara.
Sementara itu, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengimbau agar penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu segera mengidentifikasi kecurangan-kecurangan yang terjadi saat pada pileg kemarin. Hal itu harus segera dilakukan agar kemungkinan terjadinya kecurangan pada pemilihan presiden (pilpres) Juli mendatang bisa diminimalisir.
"Identifikasi kecurangan di bawah harus segera di-follow up, jangan menunggu di akhir seperti ini. Kalau semua persoalan di semua level, di kecamatan misalnya, proses rekap berjenjang itu maka tidak perlu lagi persoalan ke pusat. Nah, baik KPU dan bawaslu harus menjadikan ini sebuah pembelajaran pilpres ke depan," kata Kornas JPPR, M Afifuddin, seusai pemaparan “Hasil Pemantauan JPPR Pemilu Pasca Hari H” di Media Centre KPU, Jakarta, Rabu.
Sementara itu, terkait perhitungan suara yang dilakukan saat ini, JPPR berkesimpulan masih banyak masalah. "Proses yang terjadi dalam pileg kemarin sangat bermasalah dari sisi kecurigaan ketika proses rekapitulasi nasional semua partai mengajukan gugatan atas kecurigaan-kecurigaan yang ada," tandasnya.
Tak Lebih Baik
Para pemantau dan penggiat kepemiluan menilai kualitas pesta demokrasi 2014 tak lebih baik dari pemilu sebelumnya. Bahkan, dalam pesta politik kali ini, praktik politik uang kian membuat miris karena diperagakan dengan vulgar dan melibatkan para penyelenggara pemilu.
"Pemilu legislatif kali ini ternyata masih jauh dari harapan. Semangat dan nilai-nilai demokrasi, sama sekali tak nampak, dicederai oleh praktik curang politik uang yang makin terang-terangan," kata Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi, di Jakarta, Rabu.
Jojo pun menilai Pemilu 2014 belum bisa dikatakan berhasil menjadi pesta rakyat yang mendorong penguatan bangunan demokrasi. Pesta politik, masih ditopang oleh praktik politik uang. Politik masih dimaknai sebagai ajang transaksi, bukan arena saling tawar gagasan dan ide. Pada akhirnya yang lolos adalah mereka yang tak segan menghalalkan segala cara untuk lolos. Parlemen pun akan banyak diisi oleh politisi pragmatis, bukan pekerja politik yang sarat dengan ide dan gagasan perubahan. "Ini berbahaya sekali," kata Jojo.
Maka kata Jojo, bisa dikatakan, Pemilu 2014 terkepung politik uang yang semakin vulgar dan brutal. Gejalanya bisa dilihat dari banyaknya kasus manipulasi suara atau penggelembungan suara, tidak sinkronnya angka-angka perolehan suara dengan jumlah pemilih, seperti kasus suara melebihi DPT (daftar pemilih tetap) dan DPKTb (daftar pemilih khusus tambahan).
Lebih miris lagi, praktik lancung itu banyak melibatkan penyelenggara pemilu. "Jadi, secara kualitatif mutu demokrasi prosedural via pemilu hancur lebur oleh masifnya politik uang yang melibatkan penyelenggara pemilu," katanya.
Sementara itu, Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, menilai kualitas pemilu kali ini mungkin terburuk di antara pemilu-pemilu yang pernah digelar. Parameternya bisa dilihat dari berbagai masalah yang muncul di setiap tahapan. Dalam tahapan verifikasi partai, misalnya, muncul masalah.
Belum lagi, kata Said, dengan banyaknya kasus pemungutan suara ulang. Ia pun mengkhawatirkan tenggat pengesahan rekapitulasi suara secara nasional pada 9 Mei nanti bakal terlampaui. Sebab, banyak pula daerah yang pengesahan rekapitulasi suaranya molor dari tenggat yang ditetapkan oleh undang-undang. fdl/ags/N-1
Post: Koran Jakarta
Link: http://www.koran-jakarta.com/?11105-rekapitulasi%20suara%20berpotensi%20molor
Tidak ada komentar: