"Tidak logis. Itu asalan yang dibuat-buat dan alasan bodoh. Kalau cari alasan yang lebih inteleklah," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Daniel Zuchron saat dihubungi detikcom, Jumat (26/6/2009).
Menurut Daniel, membuat spanduk sosialisasi penandaan bukanlah persoalan sederhana. KPU sebagai penyelenggara pemilu harus memastikan alat peraga yang dibuatnya tidak mengabaikan aspek netralitas dan independensi yang harus mereka pegang.
"Dulu di 2004 waktu JPPR mau membuat alat sosialisasi perdebatannya panjang. Kita harus tetap menjaga agar tidak kelihatan berpihak ke calon tertentu," terang Daniel.
Daniel menyayangkan KPU yang ceroboh dalam membuat spanduk sosialisasi. Sebab kesalahan yang dibuat KPU kali ini sangat fatal dan bisa berimplikasi panjang di kalangan grass root. Loyalis pasangan calon tertentu bisa tidak terima dengan spanduk tersebut dan berpotensi konflik.
"Sebelum membuat spanduknya masa tidak ada konsultan atau diskusi dengan kelompok lain? Saya kira bodoh saja itu, dan kebodohan itu dimanfaatkan oleh kelompok politik," kata Daniel.
Jika pun KPU tidak bermaksud mendukung SBY-Boediono karena nomor urut belum ditetapkan saat spanduk dibuat, tetap saja KPU harusnya memperkirakan reaksi ini. Sebab siapa pun calon yang ada di posisi yang dicontreng pasti akan dicemburui oleh calon lain.
"Jatuhnya di pasangan tertentu, ini menimbulkan pertanyaan. Tapi jatuh ke tangan pasangan lain juga persoalan, bukan hanya incumbent," kata Daniel.
Lebih jauh Daniel meminta agar spanduk yang berjumlah 1.000 buah dan telah terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia itu ditarik dari peredaran. Hal ini untuk menghindari dampak lanjutan yang mungkin ditimbulkannya di kalangan grass root.
"Spanduk itu harus ditarik sebagai produk cacat dan dihancurkan karena cenderung provokatif dan berbahaya," pintanya.
sumber: detik
Tidak ada komentar: