sponsor

Slider

Berita

JPPR on SHOOt

Pers Release

Event

Di Balik Molornya Pelantikan Jokowi

JPPR, Jakarta - Diundur lagi dan diundur lagi. DKI Jakarta tak jua memiliki gubernur dan wakil gubernur baru lantaran jadwal pelantikan molor terus. Front Pembela Islam (FPI) bahkan ikut meminta pelantikan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama diundur. Ada apa sebenarnya di balik molornya pelantikan Jokowi-Basuki?

Jadwal pelantikan sedianya berlangsung pada Minggu 7 Oktober 2012. Kemudian diundur menjadi Kamis 11 Oktober 2012 karena surat keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) belum turun soal tidak ada bantahan mengenai hasil Pilkada DKI.

Lalu jadwal pelantikan diusulkan pada Jumat 12 Oktober 2012 saja dengan alasan kepengurusan administratif dan penyesuaian jadwal kerja Mendagri Gamawan Fauzi. Namun dikhawatirkan akan terpotong waktu salat Jumat. Kemudian diusulkan lagi menjadi Senin 15 Oktober 2012 

"Kita sudah komunikasi dengan pihak DPRD, Dirjen Otda, Ketua DPRD DKI. Awalnya Kemendagri mengusulkan 12 Oktober, namun karena pasti akan kepotong dengan salat Jumat kan, akhirnya dalam sidang Paripurna DPRD diputuskan pada Senin 15 Oktober 2012," kata Kapuspen Kemendagri Donny Moenek kepada CentroOne.com di Jakarta, Rabu (10/10/2012).

Mundurnya proses pelantikan Gubernur DKI Jakarta berawal dari surat usulan DPRD DKI kepada Presiden RI pada Jumat 5 Oktober pukul 09.30 WIB dengan keterangan tidak ada sengketa soal hasil Pilkada DKI dari Mahkamah Konstitusi (MK).

"Surat usulan itu diterima dan sudah ditandatangani Pak Menteri Gamawan Fauzi pukul 14.00 WIB, dan langsung diserahkan ke Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pak Sudi Silalahi," jelasnya.

Setelah surat usulan diterima pihak Sekretariat Negara, selanjutnya pada Senin 8 Oktober terbit Keppres nomor 88/P/2012 mengenai pengangkatan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta periode 2012-2017.

"Baru hari Selasa 9 Oktober Keppres No 88/P/2012 diterima Mendagri pukul 16.10 WIB. Isinya surat untuk melakukan pelantikan oleh Presiden dan tentang surat radiogram sudah dipersiapkan ke DPRD," tutur Donny.

Dia menampik anggapan mundurnya jadwal pelantikan Jokowi-Basuki karena desakan FPI yang meminta Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang kewenangan Wagub DKI direvisi dahulu, karena Wagub DKI membawahi beberapa lembaga organisasi keislaman, sementara Basuki sebagai Wagub DKI terpilih tidak beragama Islam.

"Nggak ada karena desakan dari FPI soal itu. Mundurnya jadwal pelantikan murni hanya administratif dan penyesuaian jadwal Mendagri," cetus Donny.

Sementara Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai mundurnya jadwal pelantikan Jokowi-Basuki tidak terkait adanya politisasi. Hal ini berimbas dari sempitnya batas waktu putaran dua Pilkada DKI 20 September 2012 ke 7 Oktober 2012.

"Tidak ada politisasi soal mundurnya jadwal pelantikan Gubernur DKI. Lebih karena soal administrasi saja, karena setelah 20 September hingga 7 Oktober pihak penyelenggara disibukkan dengan urusan administrasinya," ujar Manajer Pemantauan JPPR Masykurudin Hafidz kepada CentroOne.com di Jakarta.

Menurut dia, sudah tepat agar tidak ada kekosongan kekuasaan, tugas Gubernur DKI diberikan Fauzi Bowo kepada Sekretaris Daerah. Selain waktunya yang pendek, secara politis eksesnya juga tidak meluas. Jadi mekanisme revisi SK Gubernur itu menjadi kewenangan dari DPRD, bukan atas dasar desakan FPI.

"Kalau DPRD mengabulkan, barulah kemudian posisi itu tidak dijabat oleh Basuki. Ini kan jabatan publik, tidak memandang agama, meskipun sangat bernuansa Islam, seperti FPI pada umumnya, ini memaksakan kehendak dengan meminta pengunduran jadwal pelantikan," tandas Masykurudin.



repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)

JPPR: Awasi 100 Hari Jokowi dengan Bijak


JPPR, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berpesan kepada Gubernur DKI Jakarta Terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk segera merealisasikan janji-janji programnya, paling tidak dalam program rencana 100 hari ke depan. Karena, Fauzi Bowo dan seluruh warga Jakarta akan selalu mengawasi tindak tanduk Jokowi-Ahok dalam melaksanakan kinerjanya di Pemprov DKI Jakarta periode 2012-2017.

"Nilai bagus bagi Fauzi Bowo yang telah sejak awal memberikan janji untuk mengawal terus kepemimpinan Jokowi. Maksudnya untuk mengingatkan juga kepada Jokowi agar jangan leha-leha dan tanpa perencanaan yang jelas," kata Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz kepada CentroOne.com di Jakarta, Minggu (7/10/2012).

Namun, dalam menagih janji terhadap kepemimpinan Jokowi tetap harus menggunakan pengukuran, apalagi hanya rentang waktu 100 hari kerja. Mengingat Jokowi membutuhkan waktu penyesuaian karena dirinya bukanlah sebagai warga asli DKI Jakarta.

"Itu tetap dalam konteks yang rasional dan terukur dalam 100 hari kepemimpinannya itu. Sebagai orang luar Jakarta, Jokowi membutuhkan waktu untuk pengenalan dan penyesuaian kepemimpinannya. Misalnya soal transportasi, hampir tidak mungkinlah transportasi akan beres dalam 100 hari," jelasnya.

Oleh karena itu, pengawasan terhadap kepemimpinan Jokowi dalam 100 hari kerja ialah mengukur sejauh mana perencanaan pelaksanaan program-program berdasarkan hasil mapping masalah yang telah dilakukan Jokowi-Ahok. Meski demikian upaya mengawal kepemimpinan Jokowi oleh Fauzi Bowo dan seluruh warga Jakarta merupakan bentuk dukungan yang positif.

"Dalam lingkup itulah kita bisa mengkritik dan mengevaluasi. Kalau dalam 100 hari ke depan kenyataannya masih macet, terus kita demo karena menganggap kepemimpinan Jokowi gagal, itu juga kurang rasional bukan? Tetapi di sisi lain gagasan Fauzi Bowo ini bagus dinilai sebagai bentuk dukungan kepada Jokowi-Ahok," tandas Masykurudin.

repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)

100 Hari Kerja, Jokowi Harus Rombak Birokraksi

JPPR, JAKARTA - Program 100 hari kerja Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama atau Jokowi-Ahok yang unggul dalam quick count menjadi sorotan. Mereka harus berani merombak birokrasi di seluruh jajaran Pemprov DKI Jakarta.

Menurut Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), yang paling bisa diukur 100 hari kerja itu, Gubernur DKI terpilih nanti bisa melakukan pengelolaan birokrasi yang transparan, bersih dan profesional. Ke depan, anggaran-anggaran untuk rakyat bisa disalurkan tepat sasaran.

"Paling tidak, rencana kerja 100 hari ke depan Gubernur terpilih bisa dijadikan tolak ukur, sejauhmana hasil perombakan birokrasinya. Apakah benar-benar sudah melayani warganya," kata Manajer Pemantauan JPPR Masykurudin Hafidz kepada CentroOne.com di Jakarta, Kamis (27/9/2012).

Masyarakat, lanjut dia, bisa mengukur pola kerja dan hubungan satu sama lain. Kalau program-program yang lain memang tidak bisa dalam 100 hari, masyarakat bisa menggunakan jalur DPRD untuk memanggil cagub dan cawagub terpilih agar melaporkan kinerja 100 hari.

"Nah ada kemajuan atau tidaknya itu dan rakyat sudah menikmati hasilnya, itu perlu menjadi evaluasi program kerja 100 hari ke depan. Kita evaluasi bersama-sama," ujar Masykur.
 
 
repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)

Voters’ list Troubles Still Rampant: NGO

JPPR, JAKARTA -- An election watchdog reported Sunday it is still receiving reports of election fraud related to the troubled voters’ roll in last week’s gubernatorial runoff.

The People’s Voter Education Network (JPPR) said that the Jakarta General Elections Commission (KPU Jakarta) failed to make improvements in the voters’ roll in the runoff.

“KPU Jakarta repeated the same mistake as the July 11 election. Its revision to the voters’ list still did not accommodate all rightful voters,” Masykurudin Hafidz, JPPR head for monitoring, said.

Masykurudin said the election watchdog deployed a total of 372 volunteers to monitor polling stations during Thursday’s runoff.

Among its findings were people listed in several polling stations and election organizers failing to display voters’ lists on their respective stations.

JPPR also found groups of people directing and intimidating voters at the polling stations and cash disbursements for voters to choose a certain candidate.

Masykurudin said the watchdog would immediately report their findings to the Jakarta Elections Supervisory Body (Panwaslu Jakarta).

Separately, Panwaslu Jakarta chairman Ramdansyah said they had received 47 official reports during the gubernatorial election process.

“We will follow up these reports,” Ramdansyah said.

Panwaslu Jakarta also deployed volunteers to hundreds of polling stations out of the total of 15,059 across the capital during the election.

In the first round, the supervisory body listed 12 types of violations committed by polling station committees, including voters’ list-related violations.

The voters’ list has been a serious problem in the election. Mere weeks from the runoff date, KPU Jakarta registered 34,603 additional voters, bringing the total number of electors for the runoff to 6,996,951.

The approval for the revision was the first time the KPU — the central office of the poll body — bent its own 2010 stipulation on voter drafting and revision, which leaves no room for revision of the final voters list once it has undergone the verification process.

KPU Jakarta had been under fire for its poor preparation of the list before the first round, with candidates alleging that there were substantial numbers of dubious entries, such as ineligible or duplicate voters.

A revision to the July 11 voters’ roll was made less than 48 hours prior to voting day after the Election Organizers Ethics Council (DKPP) meted out sanctions to the poll body declaring KPU Jakarta chairperson Dahlia Umar guilty of rampant irregularities surrounding the list of voters. — JP
 
 
 
repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) 

JPPR dan KIPP Siap Kawal Verifikasi Faktual Parpol Calon Peserta Pemilu 2014

JPPR, JAKARTA | JARINGAN Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) siap mengawal verifikasi aktual partai politik (Parpol) calon peserta pemilu 2014 mendatang.

Hal ini dilakukan kedua lembaga tersebut guna menghindari berbagai kemungkinan perilaku curang dalam pelaksanaan verifikasi tersebut. "Bila diperhatikan, tahapan verifikasi faktual parpol calon peserta pemilu 2014 di tingkap Propinsi, Kabupaten/Kota tinggal menghitung hari," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Yusfitriadi, kepada wartawan, di Jakarta, Minggu (23/9).

Ia menjelaskan, setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait seluruh calon peserta pemilu harus diverifikasi, sangat dimungkinkan beberapa parpol, termasuk parpol yang sudah mendapat kursi di parlemen sekalipun, tidak mempersiapkan secara maksimal, dikarenakan tidak memperkirakan keputusan MK tersebut.

"Akibatnya, kondisi infra dan sufra struktur parpol tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi peserta pemilu 2014 mendatang," ujarnya.

Di tengah kondisi tersebut, dengan sumber daya penyelenggara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota dan jajarannya maupun Pengawas Pemilu di Kabupaten/Kota dan jajarannya secara kuantitas mengalami keterbatasan.

Karenanya, Yusfitriadi berpendapat bahwa terdapat beberapa titik rawan penyelenggaraan dan kecurangan pada tahapan verifikasi faktual ini, diantaranya terjadinya kompromi politik.

Menurut Yusfitriadi, parpol yang sudah mendapatkan kursi di parlemen diindikasi tidak mempersiapkan diri secara maksimal baik infra maupun sufrastruktur kepartaian, terutama di tingkat bawah. "Hal ini menyebabkan rawan kompromi politik, baik dengan penyelenggara, pengawas, maupun antar partai, terutama dengan partai-partai pendatang baru yang juga berharap lolos diverifikasi faktual," ujarnya.

Kedua, 10 persen sampai objek verifikasi faktual. Dalam hal ini, Yusfitriadi menilai adanya kekhawatiran parpol calon peserta pemilu hanya memaksimalkan dokumen aktualnya di daerah yang termasuk 10 persen yang menjadi objek sampling saja, sehingga 90 persennya tidak dipersiapkan. "Dengan kondisi yang demikian, kan jauh lebih besar wilayah yang tidak dipersiapkan," ujarnya.

Ketiga, pembajakan kader partai politik. Di sini, ada banyak parpol yang mendaftar ke KPU dan lolos verifikasi pendaftaran, ternyata tidak sedikit juga yang mempunyai irisan dengan partai-partai yang sudah ada (sempalan).

Menurut Yusfitriadi, hal itu sangat memungkinkan adanya tarik-menarik kader, baik kepengurusan maupun keanggotaan, terutama pada tataran struktur partai di kecamatan dan dikelurahan. "Dengan kondisi di atas, kami dari JPPR dan KIPP, setelah menganalisis titik-titik rawan dalam tahapan ini, akan mengawal tahapan ini dengan melakukan Pemantauan proses verifikasi faktual parpol calon peserta pemilu di 260 Kabupaten/Kota di seluruh 33 propinsi," kata Yusfitriadi.
 
 
 
 
repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) 

JPPR Temukan Delapan Modus Pelanggaran Pilkada

JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) akan melaporkan kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta terkait delapan modus pelanggaran yang ditemukan oleh para relawannya. Manajer Pemantauan JPPR, Masykurudin Hafidz, mengatakan, dengan adanya laporan kepada Panwaslu, pihak penyelenggara pemilu dapat menindaklanjutinya. Ini dimaksudkan agar proses demokrasi di negara ini semakin membaik.

"Kami akan laporkan pada Panwaslu. Ada delapan modus pelanggaran yang ditemukan," kata Masykurudin, saat dihubungi, Jumat (21/9/2012).

Dia menjelaskan bahwa modus pertama adalah permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mengakibatkan warga kehilangan hak pilih. Modus kedua adalah warga yang tidak tercantum dalam DPT justru diperbolehkan memilih.

"Modus ketiga, DPT tidak terpampang di tempat yang seharusnya," ujar Masykurudin.

Selanjutnya, pelanggaran terkait atribut kampanye di lokasi TPS, padahal sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan KPU Provinsi DKI Jakarta dan Panwaslu DKI, sekitar lokasi pemungutan suara diharuskan bersih dari atribut kampanye pasangan calon.Modus lain adalah muncul sekelompok orang di sekitar TPS yang mengawasi dan memberikan arahan pada warga untuk memilih pasangan calon tertentu, baik lisan maupun non verbal.

"Ini modus baru. Mereka terus mengarahkan warga, bahkan hingga para saksi mereka di TPS melakukan hal yang sama," kata Masykurudin.

Modus pelanggaran lain adalah terjadinya politik uang. Berdasarkan laporan dari warga, di kawasan Tanah Abang telah terjadi bagi-bagi uang sebesar Rp 100.000 dari oknum tertentu untuk memilih pasangan calon tertentu.

"Kemudian ada juga poster dan kampanye hitam yang ditemukan di daerah Matraman Dalam, Jakarta Timur. Yang terakhir, pesan singkat yang berisi menjatuhkan salah satu calon pada hari H," katanya.



Posting: Kompas.com
Repost: JPPR

JPPR temukan pelanggaran selama pemungutan suara

Jakarta  - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan banyak pelanggaran selama pemungutan suara dalam Pilkada Jakarta putaran kedua pada 20 September 2012. 

"Relawan kami masih menemukan warga yang tidak bisa menggunakan hal pilih," kata Manajer Pemantauan JPPR Masykurudin Hafidz di kantor Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta, Jumat. 

Menurut dia, relawan JPPR menemukan setidaknya ada 29 orang yang tidak bisa menggunakan hak pilih di 13 daerah termasuk Kembangan Utara, Pademangan Barat, Serdang Kemayoran, Rawa Bebek, Petukangan, Cakung, Karet Tengsin, Petamburan, Tebet Timur, Ciganjur, Kampung Rambutan, dan Kalibata. 

"Kami tahu bahwa pemilih tidak terdaftar karena warga yang datang dan bertanya kenapa tidak bisa milih," katanya. 

Sebanyak 297 relawan JPPR yang memantau pelaksanaan pemungutan suara juga menemukan jenis pelanggaran lain seperti pembagian surat undangan pada hari pencoblosan, adanya atribut kampanye di TPS, hingga politik uang. 

"Politik uang di Tanah Abang, ada yang membagikan uang Rp100 ribu dari pasangan calon nomor satu," katanya.

Masykurudin mendatangi Panwaslu untuk melaporkan hasil temuan JPPR. Dia berharap Panwaslu bisa menindaklanjuti laporan yang disertai satu bundel bukti berupa foto-foto tersebut. 

"Meski yang melanggar pihak yang kalah, harus tetap diproses untuk kredibilitas," demikian Masykurudin Hafidz.



Post: Antara
Repost: JPPR

JPPR: Pelanggaran di Pilgub DKI Harus Diproses

Jakarta Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) meminta pelanggaran di Pilgub DKI Jakarta tidak dilupakan dan harus diproses. LSM ini mengantongi sejumlah bukti pelanggaran.

"Meskipun hasil Pemilu Kada bisa diprediksi oleh hitung cepat dengan hasil yang terpaut jauh tetapi hal ini tidak lantas membuat kita melupakan pelanggaran dan kesalahan proses Pemilu Kada di Jakarta," ujar Manajer Pemantauan JPPR, Masykurudin Hafidz, di kantor Panwaslu DKI, Jalan Suryo Pranoto Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2012).

Menurutnya, pihaknya mendapatkan banyak pelanggaran di TPS selama proses pemungutan suara yang berlangsung pada Kamis 20 September. Setidaknya ada 7 kategori pelanggaran yang dilaporkan JPPR kepada Panwaslu DKI.

Ketujuh pelanggaran yang menjadi temuan JPPR itu yaitu terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT), surat undangan mencoblos, situasi di TPS, adanya atribut kampanye di lokasi TPS, visi misi pasangan calon yang tidak terpasang di TPS, politik uang, dan kampanye hitam.

"Temuan JPPR sebanyak 30 warga tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar dalam DPT, kemudian ada empat TPS yang tidak memasang DPT, lalu pemilih yang tidak terdaftar di DPT tetapi boleh memilih di TPS dan pemasangan DPT yang tidak seragam," ungkapnya.

Terkait surat undangan, JPPR mendapati ada surat undangan yang dibagikan di hari H, yaitu TPS 059 Petamburan dan TPS, 57 Semper Timur. Kemudian ada warga yang tidak memperoleh surat undangan, yaitu di TPS 08 Sumur Batu dan TPS 14 Tebet Timur. Serta surat undangan yang kosong di TPS 22 Sukabumi Utara, Jakpus.

JPPR juga mendapati 10 TPS yang tidak memasang visi misi pasangan calon di TPS, padahal seharusnya visi misi pasangan calon ditempel di tiap TPS. Lalu temuan JPPR mendapati praktek politik uang, yaitu pemberian uang sebesar 100 ribu dari tim pasangan calon nomor 1 di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendaftaran pemilih, mulai dari prosedur pendataan hingga proses pemutakhiran oleh pemerintah dan penyelenggara pemilu. Kemudian terkait pelanggaran kampanye, perlu juga dilakukan evaluasi terhadap peraturan yang kampanye yang selama ini dijalankan," kata Masykurudin.

"Pelanggaran adalah pelanggaran, sehingga tetap harus diproses untuk menciptakan Pemilu Kada yang jujur, adil dan kredibel," imbuhnya.

(bal/aan)




Post: Detik
Repost: JPPR